Sabtu, 07 Februari 2015


Selasa, 22 April 2014

BELAJAR memahami ilmu batin dalam istilah Kejawen disebut dengan Ngelmu. Ngelmu itu sendiri memiliki arti Angel Tinemu. Arti dari Angel Tinemu itu berarti bahwa untuk mempelajari ilmu maupun olah laku batin itu perlu keseriusan dan tidak bisa dilakukan hanya untuk mengisi waktu.

Pada ajaran Kejawen, dianjurkan pada manusia dalam hidupnya untuk senantiasa menuntut ilmu hingga titik terakhir dalam hidupnya. Bahkan orang yang masih berusia muda pun dituntut untuk Ngelmu sebagai bekal kehidupannya di masa tuanya.

Pada Kejawen terbagi menjadi dua macam ilmu. Kalau secara umum, ilmu dibagi menjadi dua yaitu ilmu hitam dan ilmu putih. Namun hal itu tidak ada dalam pemahaman Kejawen. Kejawen hanya mengenal dua ilmu yaitu:

1. Ilmu Jawa (Njowo)
2. Ilmu Nggak Jawa (Nggak Njowo)

1. Ilmu Jawa (Njowo)

Yang disebut ilmu Jawa atau biasa disebut Njowo adalah ilmu yang tidak mengenal permusuhan. Yang diajarkan dalam ilmu itu adalah cinta kasih sesama makhluk GUSTI ALLAH. Jawa sendiri memiliki arti mengerti. Jadi jika belajar ilmu Jawa maka harus mengerti dan memahami tentang manusia sebagai titah sempurna yang ada di jagad raya ini. Manusia di dunia ini tidak dapat hidup sendirian dan perlu ada penopang lainnya seperti binatang dan tumbuhan. Artinya, manusia harus mampu menyatu dengan manusia lainnya karena pada hakekatnya manusia itu satu dari GUSTI ALLAH.

Disamping itu, manusia itu juga harus menjaga keseimbangan lingkungannya bersama tumbuhan dan hewan yang ada. Karena pada hakekatnya, tumbuhan dan binatang tersebut diciptakan GUSTI ALLAH semuanya demi kemuliaan manusia itu sendiri.

Jadi, ilmu Njowo itu adalah ilmu yang tidak menyakiti sesamanya, justru malah harus welas asih dan senantiasa menjaga bumi tempat kita berpijak ini. Memayu Hayuning Bawono (mempercantik bumi tempat kita tinggal ini).

2. Ilmu Nggak Jawa (Nggak Njowo)

Ilmu nggak Jawa (Nggak Njowo) merupakan ilmu yang senantiasa ditanamkan rasa kebencian kepada sesama manusia. Lho...apakah ada ilmu seperti itu? Ada. Orang yang tidak sesuai dengan kepercayaan yang dianut dianggap salah dan perlu dimusuhi.

Tentu saja, jika mempelajari ilmu itu, yang timbul adalah rasa curiga dan benci pada orang lain. Jika dengan manusia lainnya saja sudah benci, apalagi dengan makhluk-makhluk lainnya.

Oleh karena itu, sebelum belajar ilmu Kejawen, maka perlu memahami dulu tujuan kita belajar Ngelmu.(***)

Selasa, 09 Juli 2013

BULAN Ramadan adalah bulan penuh hikmah bagi siapa yang bisa mengambil pelajaran. Yang dimaksud dengan pelajaran adalah dalam laku puasa yang biasa dilaksanakan pada bulan Ramadan. Di dalam laku puasa, terdapat beraneka hikmah dan ilmu yang bisa dipetik. Lelaku puasa itu pun juga diajarkan dalam ilmu Kejawen.

Salah satu serat yang menyatakan pentingnya puasa dan hikmah yang terkandung di dalamnya adalah lewat serat Wedharaga. Disebut serat Wedharaga karena serat ini lebih menitik-beratkan pada latihan ragawi, salah satunya adalah dengan lelaku puasa. Apa saja isi dari serat Wedharaga yang berkaitan dengan puasa dan kewajiban kaum muda untuk mencari ilmu tersebut?

Serat Wedharaga
R. Ng. Ronggowarsito


Pupuh Gambuh

Mangkene patrapipun
Wiwit anem amandenga laku
Ngengurangi pangan turu sawatawis
Amekak hawa nepsu
Dhasarana andhap asor.


Makanya yang tepat
Sejak muda saatnya untuk lelaku
Mengurangi makan tidur sementara
Menahan hawa nafsu
Dengan didasari sifat sopan santun

Akanthi awas emut
Aja tingal weweka ing kalbu
Mituhua wewaruh kang makolehi
Den taberi anggeguru, aja isin tetakon.
Oleh karena itu harus diingat
Jangan meninggalkan kalbu
Carilah ilmu yang bermanfaat
Kalau perlu bergurulah, jangan malu bertanya

Wong amarsudi kaweruh
Tetirona ing reh kang rahayu
Aja kesed sungkanan sabarang kardi
Sakadare anggenipun
Nimpeni kagunganing wong.

Orang mencari ilmu
Carilah ilmu keselamatan
Janganlah malas dan malu untuk mengupayakan
Sekedarnya untuk
Mendapatkan (ilmu) milik orang

Tinimbang lan angenganggur
Boya becik ipil-ipil kaweruh
Angger datan ewan panasaten sayekti
Kawignyane wuwuh-wuwuh
Wekasan kasub kinaot.

Daripada menganggur
Lebih baik mencari ilmu
Asalkan tidak malu nasehat sejati
Hingga penuh ilmu
Akhirnya nanti berguna

Lamun wus sarwa putus
Kapinteran sinimpen ing pungkur
Bodhonira katakokna ing ngarsa yekti,
Gampang traping tindak tanduk
Amawas pambekaning wong.

Jika sudah memiliki kepandaian
Simpanlah kepandaian itu
Perlihatkanlah kebodohan,
Itu akan mempermudah dalam bertindak tanduk
Memahami sikap orang lain.

Senin, 10 Juni 2013

Istilah Trisula Weda adalah istilah yang dipopulerkan oleh Prabu Jayabaya. Selain dikenal sebagai sebuah senjata bermata tiga, Trisula juga mempunyai makna yang sangat besar sebagai 'senjata' ampuh dalam menghadapi kehidupan.

Baiklah, mari kita kupas arti kata Trisula Weda itu sendiri. Trisula memiliki arti senjata bermata tiga (yang dikenal merupakan senjata Dewa). Trisula juga bisa diartikan sebagai tiga kekuatan yang menyatu dalam kehidupan ini. Kekuatan apa saja itu? Kekuatan tersebut adalah kekuatan matahari, laut, serta keseimbangan alam.

Weda adalah bahasa Sankrit atau Sansekerta. Arti kata Weda sendiri adalah ilmu pengetahuan. Secara etimologi, kata Weda berakar dari bahasa Sansekerta "Vid" yang artinya "mengetahui".

Apa saja sifat yang bisa diambil dari "senjata" Trisula Weda itu? Sesuai dengan tiga mata pada senjata Trisula, maka ketiga sifat yang perlu untuk dilakukan adalah

1. Jejeg
2. Jujur
3. Adil

1. Jejeg. Jejeg memiliki arti berdiri tegak (memiliki pendirian yang kuat). Tidak goyah sedikitpun meski diiming-imingi sesuatu. Jejeg yang dimaksud disini adalah berani mengatakan yang benar itu adalah benar, yang salah adalah salah. Jika seseorang sudah memiliki sifat Jejeg dalam hidupnya, maka ia tidak akan mudah terombang-ambing dalam arus godaan kehidupan

2. Jujur. Mungkin sudah banyak yang mengetahui arti kata jujur. Jujur memiliki arti tidak pernah berbohong dan selalu mengatakan yang sebenarnya meskipun itu pahit.

3. Adil. Meskipun Adil yang sejati hanya milik GUSTI ALLAH, namun manusia di dunia ini juga mempunyai sifat adil meski tidak absolut. Adil yang dimaksud adalah tidak membela atau menyukai pihak-pihak tertentu. Semuanya sama.

Nah, sifat Adil dalam pengertian Trisula Weda itu juga bisa berarti bener (benar) dan Wicaksono (Bijaksana). Artinya, Adil, benar dan bijaksana adalah satu rangkaian agar manusia bisa menjadi adil se-adil adilnya. Jika kita ingin memiliki sifat adil, tidak akan pernah bisa jika kita mengesampingkan benar dan bijaksana.(*)

Selasa, 26 Februari 2013

DALAM ngelmu, seseorang dituntut untuk menggunakan pikirannya untuk membaca dan memahami apa-apa yang ada di sekelilingnya. Ketika seseorang meguru atau berguru pada orang yang sudah mumpuni dalam hal ilmu rasa, maka dia harus 'menggerakkan' otaknya untuk memahami apa yang ada di alam semesta ini. Artinya, alam semesta ini 'dibaca' dan diartikan sendiri apa yang menjadi makna sejatinya.

Ki Ageng Sela yang kondang namanya lantaran mampu menangkap petir pun pernah berguru pada Kanjeng Sunan Kalijaga. Salah satu wejangan dari Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela adalah tentang Pacul. Ketika itu Kanjeng Sunan Kalijaga menyuruh Ki Ageng Sela untuk 'membaca' Pacul.

Pacul atau cangkul adalah salah satu alat yang merupakan senjata para petani. Senjata ini digunakan para petani untuk mengolah lahan pertanian. Tampaknya memang sederhana, Pacul. Tapi makna yang terkandung di dalamnya sangatlah tinggi.

Dari wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela, Pacul atau cangkul itu terdiri dari 3 bagian. Ketiga bagian tersebut adalah: Pacul (bagian yang tajam untuk mengolah lahan pertanian), Bawak (lingkaran tempat batang doran), dan Doran (batang kayu untuk pegangan cangkul).

Menurut wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga, sebuah pacul yang lengkap, tidak akan dapat berdiri sendiri-sendiri. Ketiga bagian tersebut harus bersatu untuk dapat digunakan oleh petani. Apa sebenarnya arti dari Pacul, Bawak dan Doran itu?

* Pacul. Memiliki arti "ngipatake barang kang muncul"
  Artinya, menyingkirkan bagian yang mendugul atau bagian yang tidak rata. Dari alat Pacul tersebut setidaknya bisa diartikan bahwa kita manusia ini harus selalu berbuat baik dengan menyingkirkan sifat-sifat yang tidak rata, seperti ego yang berlebih, cepat marah, mau menang sendiri dan sifat-sifat jelek kita lainnya yang dikatakan 'tidak rata'.

* Bawak. Memiliki arti "obahing awak".
  Arti obahing awak adalah gerak tubuh. Maksudnya, kita manusia hidup ini diwajibkan untuk berikhtiar mencari rezeki dari GUSTI ALLAH guna memenuhi kebutuhan hidup. Disamping itu, arti ikhtiar tersebut juga bukan hanya berarti mencari rezeki semata, tetapi juga ikhtiar untuk senantiasa "manembah GUSTI ALLAH tan kendhat Rino Kelawan Wengi" (menyembah GUSTI ALLAH siang maupun malam).

* Doran. Memiliki arti "Dongo marang Pengeran" ada juga yang mengartikan "Ojo Adoh Marang Pengeran". Arti "Dongo Marang Pengeran" adalah doa yang dipanjatkan pada GUSTI ALLAH. Pengeran berasal dari kata GUSTI ALLAH kang dingengeri (GUSTI ALLAH yang diikuti). Sedangkan "Ojo Adoh Marang Pengeran" memiliki arti janganlah kita manusia ini menjauhi GUSTI ALLAH. Manusia harus senantiasa wajib ingat dan menyembah GUSTI ALLAH, bukan menyembah yang lain.

Ketiga bagian Pacul tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Kalau digabung, maka ketiganya memiliki arti, manusia hendaknya mampu menyingkirkan sifat-sifat buruknya, berikhtiar untuk mencari rezeki GUSTI ALLAH dan tidak melupakan untuk selalu berdoa dan menyembah GUSTI ALLAH. Bukankah kini kita mengetahui bahwa benda Pacul itu memiliki nilai filsafat yang tinggi?(*)

Selasa, 11 Desember 2012

Dalam hidup ini manusia selalu dihadapkan pada godaan dan cobaan. Bahkan godaan dan cobaan itu senantiasa menyelimuti kehidupan setiap manusia. Godaan dan cobaan dalam lautan kehidupan itu tidak dapat dihindari dan harus dilalui. Untuk itulah, dalam mengarungi kehidupan ini, manusia memerlukan satu patokan sehingga tidak mudah terombang-ambil gelombang kehidupan yang kadang kecil dan kadang besar.

Apa patokan dalam hidup ini sehingga kita tidak dengan mudah terombang-ambing dalam gelombang kehidupan? Patokannya adalah carilah ketentraman.

Di era modern seperti saat ini, kita dituntut untuk berkompetisi. Hidup di dunia ini pasti ada 2 hal yang bertentangan. Ada siang, ada malam. Ada baik, ada buruk. Ada berhasil, ada gagal. Semua itu merupakan bumbu-bumbu kehidupan. Pahit rasanya kalau lagi mengalami kegagalan. Manis rasanya kalau mengalami keberhasilan. Semua itu bisa saja dirasakan manusia.

Tetapi tidak banyak orang yang mencari ketentraman. Manusia lebih banyak memburu hanya sebatas kebahagiaan. Salah seorang teman bertanya. Kok bisa begitu?

Contohnya, manusia bekerja itu hakekatnya untuk apa? Dia menjawab,"mencari uang". Kalau uang sudah didapat terus untuk apa? Dia menjawab: "Untuk memenuhi kebutuhan", Kalau kebutuhan hidupmu, istri dan anak-anakmu terpenuhi, apa yang kamu rasakan?Dia menjawab: "Saya merasa puas dan senang".Nah, di dalam rasa puas dan senang yang kamu rasakan itu, ujung-ujungnya apakah kamu merasakan ketentraman hidup?""Ya jelas, saya bisa berkumpul dengan anak dan istri, bisa bersendau gurau, semua kebutuhan tercukupi, rasa tenteram pasti ada di hati kita sekeluarga."Pertanyaan selanjutnya, ketika kamu sudah merasa tenteram. Apakah kamu menginginkan punya orang lain jadi milikmu?Ia menjawab: "Jelas tidak, karena saya tenteram, maka saya sudah merasa cukup".
Dari contoh pembicaraan di atas, kiranya kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa ternyata hakekat kita hidup ini adalah mencari ketentraman. Kita makan agar kita merasa tenteram. Kita tidur, agar merasa tenteram. Semua yang kita lakukan intinya adalah agar kita merasa tenteram. Oleh karena itu, bagi masyarakat Jawa yang berpaham Kejawen, katentreman itu merupakan piwulang kautaman.

Piwulang Kautaman
Iyo iku pituduh saka para leluhur
supaya Wong Jowo tansah marsudi kautamaning budi
pinuju ing katentremaning urip
bebrayan bebarengan titah GUSTI sing liya-liyane.

(Ajaran Keutamaan)
Iya itu petunjuk dari para leluhur
supaya orang Jawa senantiasa mengusahakan keutamaan budi
menuju ketentraman hidup
Hidup bersama manusia lainnnya yang diciptakan GUSTI ALLAH.

Dalam Agama Islam, manusia juga diajarkan untuk mencari ketenteraman. Bagaimana caranya? Caranya dengan sering mengingat GUSTI ALLAH.

“....[yaitu] Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan dzikir hati menjadi tentram.” [Ar-Ra’d:28]

Rabu, 10 Oktober 2012

DALAM budaya hidup bermasyarakat di tanah Jawa, masyarakatnya sudah tidak asing dengan yang namanya buceng. Buceng juga dikenal dengan nama tumpeng. Dalam ajaran Kejawen senantiasa masyarakat Jawa diajari untuk membaca apa yang ada disekelilingnya. Misalnya, saat mengadakan acara selamatan dengan tumpeng, apa hikmah yang bisa diambil dari acara itu. Bukan malah mengungkapkan dengan komentar negatif tanpa bisa mengambil hikmah di balik sebuah peristiwa.

Membaca, ya...membaca itulah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Hingga muncul kata-kata 'belajar moco urip' (belajar membaca hidup). Hal itu sesuai dengan tuntunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW saat menerima wahyu ayat pertama yaitu Iqra. Dalam ayat tersebut, kata-kata Iqra tadi dibaca hingga 3 kali. Iqra...Iqra...Iqra....(Bacalah...Bacalah...Bacalah). Pertanyaannya? Apa yang harus dibaca? Mengapa kita wajib untuk membaca?

Jawabannya, ternyata yang dibaca bukanlah buku yang sudah ada....tetapi 'buku' kehidupan ini. Kita wajib untuk membaca karena dengan membaca maka manusia akan semakin memahami kekuasaan GUSTI ALLAH. Nah, kali ini kita diajari membaca budaya bangsa lewat selamatan dengan tumpeng. Apa hakekat yang terkandung di dalam sebuah tumpeng tersebut?

Jika Anda berkunjung ke makam sang Proklamator Bung Karno, maka setelah memasuki gapura Anda akan melihat di sebelah kanan ada 'ajaran' untuk membaca sebuah tumpeng dan ternyata lewat tumpeng itulah Bung Karno membangun negara Indonesia ini. Bung Karno yang saat itu ingin memperkuat negara Indonesia mendapatkan ilham lewat buceng guyub (kesatuan tumpeng) bahwa angkatan laut, darat dan udara harus bersatu seperti bersatunya buceng guyub agar Indonesia menjadi sebuah negara yang memiliki angkatan perang yang kuat. 

HAMBANGUN KAPRIBADEN BANGSA KANTHI BUDHAYA BUCENG GUYUB
Oleh: Ki Amang Pramoe Soedirdja
1. Jumbuh kalyan dhawuh para Nabi,
para Wali lan para Bentuah,
Suhada' dalah Gurune
Kang nyebarake ngelmu
Pangerane kang Maha Suci
Meling mring para anak
Trusing putu buyut
Leluhur mulyane mulya
Dudu bandha donya ingkang anganteni
Sowan ngarsa Pangeran

1. Berhubungan dengan petuah para Nabi,
para Wali dan para orang suci,
Suhada'dan para gurunya
yang menyebarkan ilmu
Tuhan yang maha Suci
mengingatkan pada para anak
terus ke cucu dan cicit
dan para leluhur yang dimulyakan
bukan harta dunia yang menanti
menghadap pada Tuhan

2. Pra Leluhur sowan ngarsa Gusti
Luwih mulya nalika anulat
Uripe anak turunne
Kang tansah guyub rukun
Reruntungan tulus ing ati
Tan ana Cecongkrahan
Serta tindak dudu
Tulung - tinulung sapadha
Tinebihna saking niat srei drengki
Luputa ing panandhang

2. Para Leluhur yang menghadap Tuhan
Lebih mulia ketika berdoa
hidup anak keturunannya
agar senantiasa hidup rukun dan bersatu
Bersama-sama tulus dalam hati
Tidak ada yang bertengkar
Serta berperilaku tidak baik
Tolong - menolong sesama
Dijauhkan dari niat iri dan dengki
Dihindarkan dari cobaan

3. Buceng Guyub tansah mengku werdi
Tanda gegayuhanne wong tuwa
Nggayuh guyub nak turunne
Lelambang wohing tuwuh
Tetuwuhan lumahing Bumi
Ana pala kesempar
Uga pala gandul
Pala pendhem uga sarta
Rinakit wujud bebucengan sayekti
Nuwuhke kasantosan

3. Buceng Guyub Selalu memiliki makna
Tanda keinginan orang tua
Mencapai kerukunan anak keturunannya
Sebagai lambang buah yang tumbuh
Tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi
Ada buah yang muncul di atas tanah
Ada buah yang menggantung
Ada buah yang tertimbun tanah juga
Dirakit dalam wujud buceng yang sesungguhnya
Melahirkan kesentausaan
4. Ana maneh kudu di sarati
Mawa kurban sato belehan
Kewan darat wujutanne
Tambahan kewan banyu
Beriberan jo nganti kari
Srana ngedohke balak
Raharja jinangkung
Sumber pitu unjukannya
Mundhut saking sumur tangga kanan kering
Nggo rakete bebrayan

4. Ada lagi yang harus menjadi syarat
Dengan hewan kurban yang disembelih
Wujudnya hewan darat
Ditambah hewan air
Hewan yang terbang jangan sampai ketinggalan
Sebagai sarana menjauhkan malapetaka
Dianugerahi keselamatan
Minumannya diambil dari 7 sumber mata air
Diambil dari sumur tetangga kiri-kanan
Untuk mempererat hubungan

5. Panyuwunan kanthi muja - muji
Marang Gusti muga kasembadan
Kepenak urip burine
Upama sugih mbrewu
Dennya golek kudu nastiti
Aja mung angger nabrak
lali saru siku
Elinga marang piwulang
Sapa nandhur bakal ngundhuh tembe mburi
Kuwi lakonne kodrat

5. Permohonan dengan memuja - memuji
Kepada Tuhan agar dikabulkan
Tenteram hidup di belakang hari
Umpama hidupnya kaya
Hendaknya cara mencarinya harus hati-hati
Jangan hanya sekedar menabrak tatanan
Lupa terhadap perilaku yang tidak senonoh
Ingatlah pada ajaran
Siapa yang menanam bakal memetik di kemudian hari
Itu sudah jalannya kodrat

6. Mula tansah paring sembah Gusti
Gusti ingkang akarya jagad
Awujud bebucenganne
Kang aran buceng guyub
Kang kadamel kanggo mranani
Guyube kulawarga
Trusing anak putu
Tangga teparo diundang
Ndoga bareng saperlu melu ngamini
Guyube kasembadan

6. Maka hendaknya selalu menghaturkan sembah pada Tuhan
Tuhan yang menciptakan alam semesta
Dalam wujud bebucengane
Yang disebut buceng guyub
Yang dibuat sebagai pertanda
Guyubnya keluarga
Hingga anak cucu
Tetangga kiri-kanan diundang
Berdoa bersama agar ikut mengamini
Guyubnya dikabulkan.(*)

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget